Selasa, 10 April 2012

KEGIATAN KEAGAMAAN DI DESA TUNJUNG

WALAUPUN DENGAN BERBAGAI KESIBUKAN MASYARAKAT DESA TUNJUNG BISA MELUANGKAN WAKTUNYA UNTUK MENENANGKAN DIRI BERSEMBAHYANG MENGHADAP IDA SANG HYANG WIDI WASA

PROFIL DESA TUNJUNG


      SELAYANG PANDANG / SEJARAH DESA
Berbicara tentang suatu Desa sudah tentu kita harus berupaya menggali fakta-fakta sejarah tentang asal-usul suatu Desa. Fakta – fakta tersebut dapat berupa peninggalan tertulis (lontar, prasasti) maupun cerita/penuturan dari para saksi sejarah. Berpijak dari kerangka tersebut dalam pemaparan sejarah Desa Tunjung kami lebih banyak berpedoman dari cerita” Tetua “ sebagai saksi sejarah yang sekaligus sebagai perintis dan tahu keberadaan / asal usul Desa sehingga sampai disebut dengan Desa Tunjung.
Namun sebelumnya kita patut bersyukur akan kebesaran Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat-Nya lah tercipta segala isi alam semesta ini, sedangkan kita sebagai manusia hanya mampu memberikan sebuah nama pada segala yang diciptakan-Nya. Berdasarkan cerita dari para saksi sejarah, barulah dapat kami paparkan sejarah Desa Tunjung.
Dulu sebelum bangsa Belanda menguasai Indonesia, keberadaan Desa Tunjung belum jelas keberadaannya, namun diketahui bahwa Desa Tunjung adalah merupakan bagian dari Desa Tajun. Diceritakan dulu ada dua penguasa Kerajaan, yaitu Kerajaan Bangli dan Kerajaan Payangan, dimana pada saat itu Raja Bangli bermaksud memperluas daerah kekuasaannya serta mengutus Patih Kerajaan untuk mencari sekutu yang bisa diajak kerjasama yaitu Raja Payangan dengan tujuan untuk menguasai daerah kekuasaan Kerajaan Buleleng timur bagian selatan yaitu daerah Desa Tajun. Mendengar informasi tersebut Raja Buleleng mengutus Maha Patihnya untuk mencari informasi dan menyelidiki maksud dari Raja Bangli tersebut. Singkat cerita, dengan memaksa Raja Bangli menyerang dan menguasai daerah Desa Tajun sehingga ada beberapa penduduk yang mengungsi ke bagian utara bukit ke daerah Desa Depeha dan Desa Bayad dan menetap disana dengan membikin pondok (pakubuan). Setelah menguasai daerah kekuasaan Raja Buleleng ( Desa Tajun ) langsung membikin batas-batas berupa lubang yang di bawahnya dipasang bambu tajam yang disebut dengan Sungga Puling.
Setelah beberapa tahun lamanya Raja Agung Bangli menguasai wilayah kerajaan Buleleng seperti di Desa Tajun, Raja Bangli dan Payangan selanjutnya melakukan penyerangan dan huru hara ke setiap rumah penduduk Desa Tajun mengakibatkan penderitaan dan resah warga.
Atas kejadian tersebut warga yang tinggal di daerah terpencil merasa takut dan kecewa yang sangat mendalam. Namun dengan peristiwa tersebut membuat warga marah dan jengah akhirnya berencana mencari jalan keluar untuk membalas menggempur kerajaan Bangli. Akhirnya dengan gagah berani warga menyerang pasukan kerajaan bangli yang mengakibatkan pertahanan musuh porak poranda dan mundur. Melihat pasukannya kocar kacir, pimpinan pasukan atau senopati yaitu Raden Jumatang sangat marah, lalu bergerak maju menyerang seorang diri dengan kesaktian yang dimilikinya. Atas kesaktian Raden Jumatang membuat bingung warga dan sulit melawannya. Selanjutnya warga mundur dan mencari upaya untuk melawan musuh yang sakti. Dan dengan rencana yang matang warga berhasil menjebak Raden Jumatang dan akhirnya Senopati Kerajaan Bangli tersebut berhasil dibunuh saat itu. Dengan gugurnya Raden Jumatang membuat pasukan kerajaan Bangli mundur dan kembali ke Bangli.
Atas berhasilnya pasukan warga mengalahkan musuh akhirnya Raja Buleleng memberikan hadiah dan sangat memuji keberanian warga tersebut. Warga ada yang kembali ke tempatnya semula yaitu Desa Tajun dan yang masih tinggal di tempat yang terpencil akhirnya diberi nama Desa Tunjung.